Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya mewaspadai manuver dari negara-negara maju yang ingin menghapuskan konvensi Protokol Kyoto tentang perubahan iklim.
Hal tersebut diungkapkan Kepala Sekretariat Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI), Agus Purnomo, dalam jumpa pers di Kantor DNPI, Jakarta, Senin, tentang sosialisasi hasil perundingan Perubahan Iklim (Climate Change Talks) di Bangkok yang berakhir minggu kemarin.
"Kita mengkhawatirkan adanya manuver dari negara maju yang berusaha menghilangkan Protokol Kyoto untuk mengakomodir ketidaksukaan Amerika Serikat (AS) terhadap Protokol Kyoto," kata Agus yang juga Ketua Delegasi RI pada Climate Change Talks tersebut.
Agus menjelaskan, dalam forum tersebut, sejumlah negara berkembang yang tergabung dalam G-77 dan China telah mengajukan angka-angka penurunan emisi bagi negara-negara maju secara bersama-sama berdasarkan pendekatan "top-down criteria based" sesuai dengan kewajiban negara-negara Annex-1 dalam Protokol Kyoto.
Akan tetapi sejumlah negara maju seperti Uni Eropa, Australia, Selandia Baru, Jepang, dan Kanada telah mengajukan angka individual target penurunan emisi karbon berdasarkan pendekatan `bottom-up pledges` yang angkanya jauh di bawah proposal negara berkembang serta menolak usulan angka penurunan emisi secara bersama-sama.
Pendekatan "bottom-up" yang dimotori oleh Amerika Serikat tersebut, kata Agus, dengan maksud ditetapkan suatu target penurunan bersama-sama secara global yang kemudian target tersebut dibagi kepada negara-negara di dunia sesuai kemampuan masing-masing.
Negara-negara berkembang menolak pendekatan "bottom-up" karena dipastikan negara-negara maju akan berusaha untuk menargetkan target penurunan emisi karbon yang rendah dan hal tersebut tidak sesuai target penurunan emisi karbon sesuai Protokol Kyoto yaitu 40 persen pada 2020.
Padahal Panel Antar-Pemerintah dari Badan Dunia untuk Perubahan Iklim (IPCC UNFCCC) bahwa para peneliti dunia menyatakan pada 2100 akan terjadi kenaikan suhu global sampai 2 derajat Celcius yang akan mengakibatkan perubahan iklim dunia.
Untuk itu, maka negara-negara maju dalam Annex-1 Protokol Kyoto diwajibkan menurunkan emisi karbon secara agregat sampai 40 persen pada 2020.
Oleh karena itu, Agus mengatakan Indonesia bersama dengan negara-negara berkembang lainnya akan berusaha menekan negara-negara maju untuk mau memberikan komitmen penurunan emisi karbon sesuai dengan kewajibannya sebagai negara Annex-1 pada "Climate Change Talks" selanjutnya di Barcelona, Spanyol pada awal November.
"Di Barcelona kita akan tekan (negara Annex-1) agar tercapai kesepakatan target kewajiban pengurangan emisi dari negara Annex-1 dan itu akan dilakukan pada minggu pertama November," kata Agus.
Hal tersebut akan menjadi tantangan bersama menjelang Konferensi Para Pihak (Conference of Parties) ke-15 dari UNFCCC di Kopenhagen, Denmark pada Desember 2009.
.
Kata saya:
Wah, kok gitu sih?
Padahal selama ini yang banyak kampanye soal lingkungan hidup 'kan negara-negara maju?
Lah sekarang giliran kewajiban mengurangi emisi karbon buat mengurangi pemanasan global kok mereka yang katanya bangsa-bangsa maju itu pada berusaha 'ngeles' ya?
Kalo bener seperti itu, gak fair dong namanya...
Hhhh... :(
Wah, kok gitu sih?
Padahal selama ini yang banyak kampanye soal lingkungan hidup 'kan negara-negara maju?
Lah sekarang giliran kewajiban mengurangi emisi karbon buat mengurangi pemanasan global kok mereka yang katanya bangsa-bangsa maju itu pada berusaha 'ngeles' ya?
Kalo bener seperti itu, gak fair dong namanya...
Hhhh... :(
|