Wacana Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) untuk melarang siaran langsung persidangan di pengadilan dianggap sebagai langkah mundur, melawan arus sejarah dan membahayakan demokrasi di negeri ini. Masyarakat Indonesia dianggap mampu memilah dan menyaring informasi, jadi tidak diperlukan adanya pembatasan seperti ini.
"Usulan KPI agar ada larangan siaran langsung persidangan di DPR maupun pengadilan jelas merupakan langkah mundur (set back) dan membahayakan demokrasi," ujar Ketua Alumni Pascasarjana UI Imron Rosyadi Hamid kepada detikcom saat dihubungi melalui telepon, Jumat (13/11/2009).
Dikatakan Imron, KPI harusnya mengetahui bahwa masyarakat Indonesia telah mampu memilah informasi. Dan pelarangan ini dianggap telah meremehkan masyarakat.
"Masyarakat kita bisa memilah mana info yang baik, mereka bisa menyaring. Jangan meng-underestimate masyarakat," ujarnya.
Imron juga menegaskan wacana pelarangan ini bisa menjadi ancaman bagi proses demokrasi di Indonesia. Ini menjadi kemunduran bagi jalannya reformasi di negeri ini.
"Ini merupakan ancaman terhadap demokrasi. Kita sudah susah-susah merangkai reformasi tapi malah terjadi kemunduran seperti ini," tegasnya.
"Kita kan tidak hidup di zaman prasejarah, kita hidup di era modern yang menginginkan keterbukaan. Usulan ini melawan arus sejarah," tandas Imron.
"Usulan KPI agar ada larangan siaran langsung persidangan di DPR maupun pengadilan jelas merupakan langkah mundur (set back) dan membahayakan demokrasi," ujar Ketua Alumni Pascasarjana UI Imron Rosyadi Hamid kepada detikcom saat dihubungi melalui telepon, Jumat (13/11/2009).
Menurut Imron, saat ini masyarakat Indonesia merupakan masyarakat modern yang menginginkan keterbukaan dan transparansi. Ketika ada lembaga yang merestriksi siaran yang sifatnya untuk publik, hal ini menjadi tidak masuk akal.
"Itu diperlukan untuk menyalurkan common sense (akal) yang tersumbat. Kalau ada pembatasan, masyarakat akan diberi informasi yang tidak utuh," kata dia.
Dikatakan Imron, KPI harusnya mengetahui bahwa masyarakat Indonesia telah mampu memilah informasi. Dan pelarangan ini dianggap telah meremehkan masyarakat.
"Masyarakat kita bisa memilah mana info yang baik, mereka bisa menyaring. Jangan meng-underestimate masyarakat," ujarnya.
Imron juga menegaskan wacana pelarangan ini bisa menjadi ancaman bagi proses demokrasi di Indonesia. Ini menjadi kemunduran bagi jalannya reformasi di negeri ini.
"Ini merupakan ancaman terhadap demokrasi. Kita sudah susah-susah merangkai reformasi tapi malah terjadi kemunduran seperti ini," tegasnya.
"Kita kan tidak hidup di zaman prasejarah, kita hidup di era modern yang menginginkan keterbukaan. Usulan ini melawan arus sejarah," tandas Imron.
Pelarangan Siaran Langsung Melanggar KUHAP
Direktur Eksekutif Indonesia Legal Resources Center (ILRC) Uli Parulian Sihombing, mengatakan larangan menggelar siaran langsung persidangan melanggar ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
"Bila terdapat larangan siaran langsung persidangan, maka hal itu melanggar sejumlah pasal termasuk dalam KUHAP," kata Uli di Jakarta, Jumat (13/11).
Untuk itu, Uli menyayangkan bila Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) benar-benar memutuskan untuk melarang siaran langsung persidangan terhadap semua kasus persidangan di Tanah Air.
Ia menyarankan agar pihak KPI benar-benar membaca secara detail berbagai jenis peraturan dan ketentuan yang terkait dengan jalannya persidangan di Indonesia.
Sebelumnya, Ketua KPI Sasa Djuarsa Senjaja di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (11/11) mengatakan, pihaknya akan menata ulang liputan langsung stasiun televisi dari ruang sidang pengadilan.
Sasa mengatakan, hal itu karena liputan langsung stasiun televisi dari ruang sidang pengadilan dinilai KPI akan menimbulkan ekses yang bisa membahayakan banyak pihak.
.
"Bila terdapat larangan siaran langsung persidangan, maka hal itu melanggar sejumlah pasal termasuk dalam KUHAP," kata Uli di Jakarta, Jumat (13/11).
Ia menjelaskan pasal 153 ayat (3) KUHAP menyatakan untuk keperluan pemeriksaan, hakim ketua sidang membuka sidang dan menyatakan terbuka untuk umum, kecuali dalam perkara mengenai kesusilaan atau terdakwanya anak-anak.
Berarti, ujar dia, sudah jelas bahwa semua sidang terbuka untuk umum dan bisa mendapatkan liputan media secara langsung kecuali dalam beberapa kasus. "Kasus yang tertutup adalah kasus terkait anak-anak dan tentang kesusilaan," ujarnya.
Untuk itu, Uli menyayangkan bila Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) benar-benar memutuskan untuk melarang siaran langsung persidangan terhadap semua kasus persidangan di Tanah Air.
Ia menyarankan agar pihak KPI benar-benar membaca secara detail berbagai jenis peraturan dan ketentuan yang terkait dengan jalannya persidangan di Indonesia.
Sebelumnya, Ketua KPI Sasa Djuarsa Senjaja di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (11/11) mengatakan, pihaknya akan menata ulang liputan langsung stasiun televisi dari ruang sidang pengadilan.
Sasa mengatakan, hal itu karena liputan langsung stasiun televisi dari ruang sidang pengadilan dinilai KPI akan menimbulkan ekses yang bisa membahayakan banyak pihak.
.
|